BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kode Etik Konseling
Ada banyak pendapat mengenai pengertian kode
etik ini sendiri, diantaranya :
1. Kode Etik Dapat diartikan pola aturan, tata
cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode
etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku.
Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode
etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standart kegiatan anggota
suatu profesi. Suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai professional suatu
profesi yang diterjemahkan kedalam standart perilaku anggotanya. Nilai
professional paling utama adalah keinginan untuk memberikan pengabdian kepada
masyarakat.
2. Kode
etik adalah seperangkat standar, peraturan, pedoman, dan nilai yang mengatur
mengarahkan perbuatan atau tindakan dalam suatu perusahaan, profesi, atau
organisasi bagi para pekerja atau anggotanya, dan interaksi antara pekerja atau
anggota dengan masyarakat.
3. Menurut
Van Hoose dan Kottler, 1985 etik secara umum didefinisikan sebagai ilmu filsafat
mengenai tingkah laku manusia dan pengambil keputusan moral. Etik bersifat
normatif dan berfokus pada prinsip-prinsip dan standar yang mengatur hubungan
antara individu, seperti hubungan antara konselor dan klien.[1]
4. Konvensi nasional IPBI ke-1 mendefinisikan
kode etik sebagai pola ketentuan, aturan, tata cara yang menjadi pedoman dalam
menjalankan aktifitas maupun tugas suatu profesi. Bahwasannya setiap orang harus menjalankan serta
menjiwai akan pola, ketentuan, aturan karena pada dasarnya suatu
tindakan yang tidak menggunakan kode etik akan berhadapan dengan sanksi.
5.
Kode etik bimbingan dan
konseling (BK) di Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku
prefesional yang di junjung tinggi, diamalkan, dan diamankan oleh setiap
prefesional bimbingan dan konseling Indonesia.[2]
Dari
bebeapa pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa maksud dari kode etik
adalah setiap prefesional, khususnya konselor di Indosnesia menjadikan kode
etik sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku dalam proses bimbingan dan
konseling. Konselor selalu menjunjung tinggi kode etik dan mampu mengamalkannya
yang berkaitan dengan asas-asas bimbingan dan konseling, karena kode etik dalam
proses bimbingan dan konseling sangatlah penting bagi konselor untuk menjaga keprofesionalan seorang kenselor dalam
menjalankan proses bimbingan dan konseling.
B.
Kode Etik Bimbingan dan Konseling
Kode etik secara umum berisi sejumlah
pasal-pasal berkenaan dengan bagaimana seorang petugas professional bekerja.
Namun demikian untuk mempermudah memahami kode etik itu, Redilick dan Pope
(Moursund, 1990) mengemukakan ada tujuh pokok yang diuraikan didalamnya, yaitu
:
1.
Pekerjaan itu diatas
segalanya dan tidak merugikan orang lain
2.
Praktik profesi itu
hanya dilakukan atas dasar kompetensi
3.
Tidak melakukan
eksploitasi
4.
Memperlakukan
seseorang dengan respek untuk
martabatnya sebagai manusia
5.
Melindungi hal yang
konfidensial
6.
Tindakan, kecuali dalam
keadaan yang sangat ekstrim, dilakukan hanya setelah mendapatkan izin
Etik profesi bimbingan dan konseling
adalah kaidah-kaidah perilaku yang menjadi rujukan bagi konselor dalam
melaksanakan tugas atau tanggung jawab memberikan layanan bimbingan dan konseling
kepada klien. Kaidah-kaidah perilaku yang dimaksud adalah :
1.
Setiap orang memiliki
hak untuk mendapatkan penghargaan sebagai manusia dan mendapatkan layanan
konseling tanpa melihat suku bangsa, agama, atau budaya.
2.
Setiap orang atau
individu memiliki hak untuk mengembangkan dan mengarahkan diri.
3.
Setiap orang memiliki
hak untuk memilih dan bertanggungjawab terhadap keputusan yang diambilnya.
4.
Setiap konselor
membantu perkembangan setiap klien, melalui layanan bimbingan dan konseling
secara profesional.
5.
Hubungan konselor-klien sebagai hubungan yang
membantu yang didasarkan kepada kode etik (etika profesi).
Nilai
profesional dapat disebut juga dengan istilah asas
etis. Menurut Chung, 1981 mengemukakan empat asas etis, yaitu : (1). Menghargai
harkat dan martabat (2). Peduli dan bertanggung jawab (3). Integritas dalam
hubungan (4). Tanggung jawab terhadap masyarakat.
Kode etik dijadikan standart aktvitas anggota profesi, kode
etik tersebut sekaligus sebagai pedoman (guidelines).
Masyarakat pun menjadikan sebagai perdoman dengan tujuan mengantisipasi
terjadinya bias interaksi antara anggota profesi. Bias interaksi merupakan
monopoli profesi., yaitu memanfaatkan kekuasan dan hak-hak istimewa yang
melindungi kepentingan pribadi yang betentangan dengan masyarakat. Oteng/
Sutisna (1986: 364) mendefisikan bahwa kode etik sebagai pedoman yang memaksa
perilaku etis anggota profesi.
Dalam bimbingan konseling konselor wajib
menjalankan kode etik konseling yang telah disepakati oleh organisasi profesi.
Sebelum seorang konselor benar-benar sah menjadi seorang konselor, mereka akan
mengucapkan janji seorang konselor. Janji tersebut adalah :
Dengan nama Allah saya berjanji bahwa
dalam menjalankan tugas sebagai konselor, saya :
1.
Menjunjung tinggi
harkat dan martbat manusia.
2.
Memperhatikan
sepenuhnya permasalahan klien dan berusaha dengan sungguh-sungguh mmenuhi
kenutuhan klien sesuai harkat dan martabatnya sebagai manusia.
3.
Menjunjung tinggi dan
melaksanakan asas-asas dan kode etik profesional bimbingan dan konseling.
4.
Bekerja secara jujur,
bersungguh-sungguh dan penuh disisplin dengan mendahulukan kepentingan klien.
5.
Selalu memperluas
wawasan serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk dapat
melaksanakan pelayanan bimbingan dan konsling secara profesional.[4]
Berkaitan dengan isi dari kode
etik konseling tersebut, berdasarkan keputusan pengurus besar asosiasi
bimbingan dan konseling Indonesia (PBABKIN) tentang penetapan kode etik profesi
bimbingan dan konseling, maka kode etik
itu adalah sebagai berikut:
1. Kualifikasi
konselor dalam nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan dan wawasan.
a.
Konselor wajib terus menerus
mengembangkan dan menguasai dirinya. Ia wajib mengerti
kekurangan-kekurangan dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri, yang dapat
mempengarui hubunganya dengan orang lain dan mengakibatkan rendahnya mutu
pelayanan profesional serta merugikan klien.
b.
Konselor wajib memperlihatkan
sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati jajni, dapat dipercaya,
jujur, tertib dan hormat.
c.
Konselor wajib memiliki rasa
tangggung jawab terhadap saran maupun peringatan yang diberikan kepadanya,
khususnya dari rekan –rekan seprofesi dalam hubungannya dengan pelaksanaan
ketentuan-ketentuan tingkah laku profesional sebagaimana di atur dalam Kode
Etik ini.
d. Konselor wajib mengutamakan mutu kerja
setinggi mungkin dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi, termasuk
keuntungan material, finansial, dan popularitas.
e. Konselor wajib memiiki keterampilan
menggunakan tekhnik dan prosedur khusus yang dikembangkan ataas dasar wawasan
yang luas dan kaidah-kaidah ilmiah.
2. Penyimpanan
dan Penggunaan Informasi.
a.
Catatan tentang diri klien yang
meliputi data hasil wawancara, testing, surat menyurat, perekaman dan data
lain, semuanya merupakan informasi yang bersifat rahasia dan hanya boleh
digunakan untuk kepentingan klien. Penggunaan data atau informasi untuk
keperluan riset atau pendidikan calon konselor dimungkinkan, sepanjang
identitas klien di rahasiakan.
b.
Penyampaian informasi klien
kepada keluarga atau kepada anggota profesi lain membutuhkan persetujuan klien.
c.
Penggunaan informasi tentang
klien dengan anggota profesi yang sama atau yang lain dapat dibenarkan, asalkan
untuk kepentingan klien dan tidak merugikan klien.
d.
Keterangan mengenai informasi
profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang berwenang menafsirkan
dan menggunakannya.
3. Hubungan dengan Pemberian pada Pelayanan
a.
Konselor wajib menangani klien
selama ada kesempatan dalam hubungan antara klien dengan konselor.
b.
Klien sepenuhnya berhak
mengakhiri hubungsn dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai
suatu hasil yang kongkrit. Sebaliknya konselor tidak akan melanjutkan hubungan
apabila klien ternyata tidak memperoleh manfaat dari hubungan itu.
4. Hubungan dengan Klien.
a.
Konselor wajib menghormati
harkat, martabat, integritas dan keyakinan klien.
b.
Konselor wajib menempatkan
kepetingan kliennya di atas kepentingan pribadinya.
c.
Dalam melakukan tugasnya konselor
tidak mengadakan pembedaan klien atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama
atau status sosial ekonomi.
d.
Konselor tidak akan memaksa untuk
memberikan bantuan kepada seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
e.
Konselor wajib memberikan bantuan
kepada siapapun lebih-lebih dalam keadaan darurat atau banyak orang yang
menghendaki.
f.
Konselor wajib memberikan
pelayanan hingga tuntas sepanjang dikehendaki oleh klien.
g.
Konselor wajib menjelaskan kepada
klien sifat hubungan yang sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab
masig-masing dalam hubungan profesional.
h.
Konselor wajib mengutamakan
perhatian kepada klien, apabila timbul masalah dalam kesetiaan ini, maka wajib diperhatikan
kepentingan pihak-pihak yang terlibat dan juga tuntutan profesinya sebagai
konselor.
i.
Konselor bisa memberikan bantuan
kepada sanak keluarga, teman-teman karibnya, sepanjang hubunganya profesional.
5. Konsultasi dengan Rekan
Sejawat
Dalam rangka pemberian pelayanan
kepada seorang klien, kalau konselor merasa ragu-ragu tentang suatu hal,
maka ia wajib berkonsultasi dengan sejawat selingkungan profesi. Untuk hal itu
ia harus mendapat izin terlebih dahulu dari kliennya.
6. Alih Tangan Kasus
Yaitu
kode etik yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan
layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan
peserta didik (klien) kiranya dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih
ahli.
C. Menegakkan kode etik konseling
Etik dan konseling Menurut Chouvin &
Remley, 1996 sebagai kelompok, konselor profesional berhubungan dengan etik dan
nilai, bahkan banyak konselor menghadapi keluhan etik dengan kesungguhan yang
sama seperti menghadapi tuntunan hukum. Paterrson (1971) melihat bahwa
identitas keprofesional konselor berhubungan dengan pengetahuan praktik
etik mereka.[5]
Kode etik membantu
meningkatkan kepercayaan publik terhadap integritas sebuah profesi dan
melindungi klien. Dalam hubungan konseling tanggung jawab konselor yang
profesional kepada klien dan kesejahteraan mereka. Selanjutnya mencakup
penegakan dalam kepercayaan, komunikasi
dan privasi.
Tanggung jawab konselor
yakni memberikan perhatian penuh terhadap klien, misalnya mendengarkan dengan
seksama apa yang disampaikan klien. Selain itu konselor harus menjaga
kerahasiaan klien yang hal itu merupakan privasi dan sumber kepercayaan klien.
Konselor membuktikan keahlian dalam komunikasi dengan memberikan informasi
tentang kualifikasi, misalnya memberi info tentang hasil yang dicapai dalam
konseling.[6]
Kode etik bimbingan dan konseling
Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang
dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota profesi bimbingan
dan konseling Indonesia. Kode etik bimbingan dan konseling Indonesia wajib dipatuhi dan
diamalkan oleh pengurus dan anggota organisasi tingkat nasional, propinsi, dan
kabupaten/kota.
Untuk menjunjung dan menegakkan sebuah
kode etik pada proses konseling, seorang konselor perlu mengikuti pendidikan
tentang konselor agar mengerti dan paham akan kode etik itu sendiri. Apalagi
seorang yang sudah menjadi profesional, konselor
sudah tau mendalam tentang kode etik itu sendiri. Untuk menegakkannya konselor juga bisa melihat dari asas-asas dan
tujuan khusus konseling itu sendiri. Dengan menjalankan asas-asas, membawa
konseling dengan baik, menjalankan tugas sesuai kewajibannya sebagai konselor dan memberikan hak-hak
kliennya, tentu sebuah hal itu sudah menjadikan seorang
tenaga konselor menjadi profesional dan juga dapat menerpkan kode etik
bimbingan dan konseling.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa kode etik adalah aturan, tata cara, pedoman etis dalam melakukan suatu
kegiatan atau pekerjaan. Jika dilihat dalam konteks kode etik profesi konseling
maka kode etik konseling itu dapat pula berarti
aturan atau tata cara dalam melakukan sebuah proses konseling. Praktik
profesi dalam konseling itu dilakukan
dengan kompetensi, tidak melakukan eksploritas (pengambilan keuntungan),
memperlakukan klien secara hormat, melindungi hal-hal yang konvidensial
(rahasia) serta menempatkan pekerjaan itu diatas segala-galanya dan tidak
merugikan orang lain karena pada dasarnya pertanggungjawaban terletak pada
Allah swt.
Penegakkan kode etik konseling
amat sangat dibutuhkan karena kode etik bimbingan dan
konseling Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku
profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota
profesi bimbingan dan konseling Indonesia. Kode etik bimbingan dan konseling Indonesia wajib dipatuhi dan
diamalkan oleh pengurus dan anggota organisasi tingkat nasional, propinsi, dan
kabupaten/kota.
Kode etik membantu
meningkatkan kepercayaan publik terhadap integritas sebuah profesi dan
melindungi klien. Dalam hubungan konseling tanggung jawab konselor yang
profesional kepada klien dan kesejahteraan mereka. Selanjutnya mencakup
penegakan dalam kepercayaan, komunikasi
dan privasi.
Untuk menegakkannya konselor juga bisa melihat dari asas-asas dan
tujuan khusus konseling itu sendiri. Dengan menjalankan asas-asas, membawa
konseling dengan baik, menjalankan tugas sesuai kewajibannya sebagai konselor dan memberikan hak-hak kliennya.
B. Daftar
Pustaka
Gladding T.Samuel, 2012, “Konseling Profesi Yang Menyeluruh”( Jakarta:PT Indeks)
Farid mashudi,2012,
PSIKOLOGI KONSELING, (Yogyakarta: IRCiSod)
Latipun, 2011, Psikologi
Konseling, (Malang : UMM press)
Prof.Dr.H.
Prayitno, M.Sc.Ed. & Drs Erman Amti,2009, Dasar-dasar Bimbingan &
Konseling, (Jakarta : Rineka Cipta)
[1]
Gladding T.Samuel “Konseling Profesi
Yang Menyeluruh”( Jakarta; PT Indeks;2012), hlm 66
[2]
Farid mashudi,PSIKOLOGI KONSELING, (Yogyakarta: IRCiSod,2012)hal.253
[3]
Latipun, Psikologi Konseling, (Malang : UMM press)2011, hlm 166
[4]
Prof.Dr.H. Prayitno, M.Sc.Ed. & Drs Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan
& Konseling, (Jakarta : Rineka Cipta),2009, hlm 347
[5]
Gladding T.Samuel “Konseling Profesi
Yang Menyeluruh”( Jakarta; PT Indeks;2012), hlm 67
[6]
Ibid, hlm 69
Tidak ada komentar:
Posting Komentar