Minggu, 27 Maret 2016

Penegakan Kode Etik Konseling



BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Kode Etik Konseling
Ada banyak pendapat mengenai pengertian kode etik ini sendiri, diantaranya :
1.      Kode Etik Dapat diartikan pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standart kegiatan anggota suatu profesi. Suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai professional suatu profesi yang diterjemahkan kedalam standart perilaku anggotanya. Nilai professional paling utama adalah keinginan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat.
2.      Kode etik adalah seperangkat standar, peraturan, pedoman, dan nilai yang mengatur mengarahkan perbuatan atau tindakan dalam suatu perusahaan, profesi, atau organisasi bagi para pekerja atau anggotanya, dan interaksi antara pekerja atau anggota dengan masyarakat.
3.      Menurut Van Hoose dan Kottler, 1985 etik secara umum didefinisikan sebagai ilmu filsafat mengenai tingkah laku manusia dan pengambil keputusan moral. Etik bersifat normatif dan berfokus pada prinsip-prinsip dan standar yang mengatur hubungan antara individu, seperti hubungan antara konselor dan klien.[1]
4.      Konvensi nasional IPBI ke-1 mendefinisikan kode etik sebagai pola ketentuan, aturan, tata cara yang menjadi pedoman dalam menjalankan aktifitas maupun tugas suatu profesi. Bahwasannya setiap orang harus menjalankan serta menjiwai akan pola, ketentuan, aturan karena pada dasarnya suatu tindakan yang tidak menggunakan kode etik akan berhadapan dengan sanksi.
5.      Kode etik bimbingan dan konseling (BK) di Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku prefesional yang di junjung tinggi, diamalkan, dan diamankan oleh setiap prefesional bimbingan dan konseling Indonesia.[2]
Dari bebeapa pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa maksud dari kode etik adalah setiap prefesional, khususnya konselor di Indosnesia menjadikan kode etik sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku dalam proses bimbingan dan konseling. Konselor selalu menjunjung tinggi kode etik dan mampu mengamalkannya yang berkaitan dengan asas-asas bimbingan dan konseling, karena kode etik dalam proses bimbingan dan konseling sangatlah penting bagi konselor untuk menjaga  keprofesionalan seorang kenselor dalam menjalankan proses bimbingan dan konseling.

B.       Kode Etik Bimbingan dan Konseling
Kode etik secara umum berisi sejumlah pasal-pasal berkenaan dengan bagaimana seorang petugas professional bekerja. Namun demikian untuk mempermudah memahami kode etik itu, Redilick dan Pope (Moursund, 1990) mengemukakan ada tujuh pokok yang diuraikan didalamnya, yaitu :
1.      Pekerjaan itu diatas segalanya dan tidak merugikan orang lain
2.      Praktik profesi itu hanya dilakukan atas dasar kompetensi
3.      Tidak melakukan eksploitasi
4.      Memperlakukan seseorang  dengan respek untuk martabatnya sebagai manusia
5.      Melindungi hal yang konfidensial
6.      Tindakan, kecuali dalam keadaan yang sangat ekstrim, dilakukan hanya setelah mendapatkan izin
7.      Profesi praktik profesi, sejauh mungkin, dalam kerangka pekerjaan sosial dan keadilan.[3]
Etik profesi bimbingan dan konseling adalah kaidah-kaidah perilaku yang menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksanakan tugas atau tanggung jawab memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada klien. Kaidah-kaidah perilaku yang dimaksud adalah :
1.      Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan sebagai manusia dan mendapatkan layanan konseling tanpa melihat suku bangsa, agama, atau budaya.
2.      Setiap orang atau individu memiliki hak untuk mengembangkan dan mengarahkan diri.
3.      Setiap orang memiliki hak untuk memilih dan bertanggungjawab terhadap keputusan yang diambilnya.
4.      Setiap konselor membantu perkembangan setiap klien, melalui layanan bimbingan dan konseling secara profesional.
5.      Hubungan konselor-klien sebagai hubungan yang membantu yang didasarkan kepada kode etik (etika profesi).
Nilai profesional dapat disebut juga dengan istilah asas etis. Menurut Chung, 1981 mengemukakan empat asas etis, yaitu : (1). Menghargai harkat dan martabat (2). Peduli dan bertanggung jawab (3). Integritas dalam hubungan (4). Tanggung jawab terhadap masyarakat.
Kode etik dijadikan standart aktvitas anggota profesi, kode etik tersebut sekaligus sebagai pedoman (guidelines). Masyarakat pun menjadikan sebagai perdoman dengan tujuan mengantisipasi terjadinya bias interaksi antara anggota profesi. Bias interaksi merupakan monopoli profesi., yaitu memanfaatkan kekuasan dan hak-hak istimewa yang melindungi kepentingan pribadi yang betentangan dengan masyarakat. Oteng/ Sutisna (1986: 364) mendefisikan bahwa kode etik sebagai pedoman yang memaksa perilaku etis anggota profesi.
Dalam bimbingan konseling konselor wajib menjalankan kode etik konseling yang telah disepakati oleh organisasi profesi. Sebelum seorang konselor benar-benar sah menjadi seorang konselor, mereka akan mengucapkan janji seorang konselor. Janji tersebut adalah :
Dengan nama Allah saya berjanji bahwa dalam menjalankan tugas sebagai konselor, saya :
1.         Menjunjung tinggi harkat dan martbat manusia.
2.         Memperhatikan sepenuhnya permasalahan klien dan berusaha dengan sungguh-sungguh mmenuhi kenutuhan klien sesuai harkat dan martabatnya sebagai manusia.
3.         Menjunjung tinggi dan melaksanakan asas-asas dan kode etik profesional bimbingan dan konseling.
4.         Bekerja secara jujur, bersungguh-sungguh dan penuh disisplin dengan mendahulukan kepentingan klien.
5.         Selalu memperluas wawasan serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk dapat melaksanakan pelayanan bimbingan dan konsling secara profesional.[4]
Berkaitan dengan isi dari kode etik konseling tersebut, berdasarkan keputusan pengurus besar asosiasi bimbingan dan konseling Indonesia (PBABKIN) tentang penetapan kode etik profesi bimbingan dan konseling, maka kode etik  itu adalah sebagai berikut:
1.  Kualifikasi konselor dalam nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan dan wawasan.
a.              Konselor wajib terus menerus mengembangkan dan  menguasai dirinya. Ia wajib mengerti kekurangan-kekurangan dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri, yang dapat mempengarui hubunganya dengan orang lain dan mengakibatkan rendahnya mutu pelayanan profesional serta merugikan klien.
b.             Konselor wajib memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati jajni, dapat dipercaya, jujur, tertib dan hormat.
c.              Konselor wajib memiliki rasa tangggung jawab terhadap saran maupun peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan –rekan seprofesi dalam hubungannya dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan tingkah laku profesional sebagaimana di atur dalam Kode Etik ini.
d.    Konselor wajib mengutamakan mutu kerja setinggi mungkin dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi, termasuk keuntungan material, finansial, dan popularitas.
e.     Konselor wajib memiiki keterampilan menggunakan tekhnik dan prosedur khusus yang dikembangkan ataas dasar wawasan yang luas dan kaidah-kaidah ilmiah.
2. Penyimpanan dan Penggunaan Informasi.
a.       Catatan tentang diri klien yang meliputi data hasil wawancara, testing, surat menyurat, perekaman dan data lain, semuanya merupakan informasi yang bersifat rahasia dan hanya boleh digunakan untuk kepentingan klien. Penggunaan data atau informasi untuk keperluan riset atau pendidikan calon konselor dimungkinkan, sepanjang identitas klien di rahasiakan.
b.      Penyampaian informasi klien kepada keluarga atau kepada anggota profesi lain membutuhkan persetujuan klien.
c.       Penggunaan informasi tentang klien dengan anggota profesi yang sama atau yang lain dapat dibenarkan, asalkan untuk kepentingan klien dan tidak merugikan klien.
d.      Keterangan mengenai informasi profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang  berwenang menafsirkan dan menggunakannya.
3.  Hubungan dengan Pemberian pada Pelayanan
a.       Konselor wajib menangani klien selama ada kesempatan  dalam hubungan antara klien dengan konselor.
b.      Klien sepenuhnya berhak mengakhiri hubungsn dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai suatu hasil yang kongkrit. Sebaliknya konselor tidak akan melanjutkan hubungan apabila klien ternyata tidak memperoleh manfaat  dari hubungan itu.
4.  Hubungan dengan Klien.
a.         Konselor wajib menghormati harkat, martabat, integritas dan keyakinan klien.
b.        Konselor wajib menempatkan kepetingan kliennya di atas kepentingan pribadinya.
c.         Dalam melakukan tugasnya konselor tidak mengadakan pembedaan klien atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama atau status sosial ekonomi.
d.        Konselor tidak akan memaksa untuk memberikan bantuan kepada seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
e.         Konselor wajib memberikan bantuan kepada siapapun lebih-lebih dalam keadaan darurat atau banyak orang yang menghendaki.
f.         Konselor wajib memberikan pelayanan hingga tuntas sepanjang dikehendaki oleh klien.
g.        Konselor wajib menjelaskan kepada klien sifat hubungan  yang sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab masig-masing dalam hubungan profesional.
h.        Konselor wajib mengutamakan perhatian kepada klien, apabila timbul masalah dalam  kesetiaan ini, maka wajib diperhatikan kepentingan pihak-pihak yang terlibat dan juga tuntutan profesinya sebagai konselor.
i.          Konselor bisa memberikan bantuan kepada sanak keluarga, teman-teman karibnya, sepanjang hubunganya profesional.
5. Konsultasi dengan Rekan Sejawat
                      Dalam rangka pemberian pelayanan kepada seorang klien, kalau konselor merasa ragu-ragu  tentang suatu hal, maka ia wajib berkonsultasi dengan sejawat selingkungan profesi. Untuk hal itu ia harus mendapat izin terlebih dahulu dari kliennya.
6.  Alih Tangan Kasus
Yaitu kode etik yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli.


C.   Menegakkan kode etik konseling
Etik dan konseling Menurut Chouvin & Remley, 1996 sebagai kelompok, konselor profesional berhubungan dengan etik dan nilai, bahkan banyak konselor menghadapi keluhan etik dengan kesungguhan yang sama seperti menghadapi tuntunan hukum. Paterrson (1971) melihat bahwa identitas keprofesional konselor berhubungan dengan pengetahuan praktik etik  mereka.[5]
Kode etik membantu meningkatkan kepercayaan publik terhadap integritas sebuah profesi dan melindungi klien. Dalam hubungan konseling tanggung jawab konselor yang profesional kepada klien dan kesejahteraan mereka. Selanjutnya mencakup penegakan dalam kepercayaan, komunikasi dan privasi.
Tanggung jawab konselor yakni memberikan perhatian penuh terhadap klien, misalnya mendengarkan dengan seksama apa yang disampaikan klien. Selain itu konselor harus menjaga kerahasiaan klien yang hal itu merupakan privasi dan sumber kepercayaan klien. Konselor membuktikan keahlian dalam komunikasi dengan memberikan informasi tentang kualifikasi, misalnya memberi info tentang hasil yang dicapai dalam konseling.[6]
Kode etik bimbingan dan konseling Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota profesi bimbingan dan konseling Indonesia. Kode etik bimbingan dan konseling Indonesia wajib dipatuhi dan diamalkan oleh pengurus dan anggota organisasi tingkat nasional, propinsi, dan kabupaten/kota.
Untuk menjunjung dan menegakkan sebuah kode etik pada proses konseling, seorang konselor perlu mengikuti pendidikan tentang konselor agar mengerti dan paham akan kode etik itu sendiri. Apalagi seorang yang sudah menjadi profesional, konselor sudah tau mendalam tentang kode etik itu sendiri. Untuk menegakkannya  konselor juga bisa melihat dari asas-asas dan tujuan khusus konseling itu sendiri. Dengan menjalankan asas-asas, membawa konseling dengan baik, menjalankan tugas sesuai kewajibannya sebagai konselor dan memberikan hak-hak kliennya, tentu sebuah hal itu sudah menjadikan seorang tenaga konselor menjadi profesional dan juga dapat menerpkan kode etik bimbingan dan konseling.





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kode etik adalah aturan, tata cara, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Jika dilihat dalam konteks kode etik profesi konseling maka kode etik konseling itu dapat pula berarti  aturan atau tata cara dalam melakukan sebuah proses konseling. Praktik profesi dalam konseling itu  dilakukan dengan kompetensi, tidak melakukan eksploritas (pengambilan keuntungan), memperlakukan klien secara hormat, melindungi hal-hal yang konvidensial (rahasia) serta menempatkan pekerjaan itu diatas segala-galanya dan tidak merugikan orang lain karena pada dasarnya pertanggungjawaban terletak pada Allah swt.
Penegakkan kode etik konseling amat sangat dibutuhkan karena kode etik bimbingan dan konseling Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota profesi bimbingan dan konseling Indonesia. Kode etik bimbingan dan konseling Indonesia wajib dipatuhi dan diamalkan oleh pengurus dan anggota organisasi tingkat nasional, propinsi, dan kabupaten/kota.
Kode etik membantu meningkatkan kepercayaan publik terhadap integritas sebuah profesi dan melindungi klien. Dalam hubungan konseling tanggung jawab konselor yang profesional kepada klien dan kesejahteraan mereka. Selanjutnya mencakup penegakan dalam kepercayaan, komunikasi dan privasi.
Untuk menegakkannya  konselor juga bisa melihat dari asas-asas dan tujuan khusus konseling itu sendiri. Dengan menjalankan asas-asas, membawa konseling dengan baik, menjalankan tugas sesuai kewajibannya sebagai konselor  dan memberikan hak-hak kliennya.
B.     Daftar Pustaka
                    Gladding T.Samuel, 2012,  “Konseling Profesi Yang Menyeluruh”( Jakarta:PT Indeks)  
Farid mashudi,2012, PSIKOLOGI KONSELING, (Yogyakarta: IRCiSod)
Latipun, 2011, Psikologi Konseling, (Malang : UMM press)
Prof.Dr.H. Prayitno, M.Sc.Ed. & Drs Erman Amti,2009, Dasar-dasar Bimbingan & Konseling, (Jakarta : Rineka Cipta)



[1] Gladding T.Samuel  “Konseling Profesi Yang Menyeluruh”( Jakarta; PT Indeks;2012), hlm 66
[2] Farid mashudi,PSIKOLOGI KONSELING, (Yogyakarta: IRCiSod,2012)hal.253
[3] Latipun, Psikologi Konseling, (Malang : UMM press)2011, hlm 166
[4] Prof.Dr.H. Prayitno, M.Sc.Ed. & Drs Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan & Konseling, (Jakarta : Rineka Cipta),2009, hlm 347
[5] Gladding T.Samuel  “Konseling Profesi Yang Menyeluruh”( Jakarta; PT Indeks;2012), hlm 67
[6] Ibid, hlm 69

Tidak ada komentar:

Posting Komentar