Kamis, 23 Oktober 2014

Perkembangan Konseling di Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang Masalah

        Konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupan manusia. Manusia sering mengatasi persoalan-persoalan yang silih berganti dalam kehidupannya. Persoalan yang satu dapat teratasi dan akan timbul persoalan yang lain. Maka dari itu, berdasarkan kenyataan yang dihadapi manusia tidaklah sama, ada yang sanggup mengatasi permasalahannya sendiri dan ada pula yang perlu bantuan orang lain dalam menyelesaikan masalahnya dan di sinilah peran konseling untuk manusia.
Konseling adalah suatu proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh ahli kepada seseorang yang disebut klien secara sistematis dan terencana untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan klien agar klien dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya dan dapat membuat suatu keputusan.
Di Indonesia, pengetahuan tentang konseling sangat minim sehingga membuat pengetahuan masyarakat di Indonesia seakan-akan buta tentang konseling tersebut. Padahal kegiatan konseling amat membantu masyarakat yang mempunyai permasalahan. Terutama dalam mengetahui sejarah perkembangan konseling di Indonesia, banyak konselor yang belum mengetahui bagaimana perkembangan konseling di Indonesia. Apabila seseorang yang melakukan konseling tidak mengetahui sejarah perkembangan konseling itu sendiri maka akan sulit baginya untuk melakukan konseling itu karena sejarah tersebut dapat dijadikan referensi atau tolak ukur.

B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana perkembangan konseling di Indonesia ?
2.      Apa faktor pendukung perkembangan konseling di Indonesia ?


C.      Tujuan
1.      Mendeskripsikan bagaimana perkembangan konseling di Indonesia.
2.      Mendeskripsikan faktor pendukung perkembangan konseling di Indonesia.



























BAB II
PEMBAHASAN

1.        Perkembangan Konseling di Indonesia
Latar  belakang kehadiran konseling yaitu sebagai bentuk penanganan terhadap orang-orang yang mengalami gangguan psikologis, dimulai sejak tahun 1986 yang dipelopori oleh Lightner Witmer dengan mendirikan sebuah klinik psychological counseling clinic di University of Pennsylvania (latipun 2001)[1].

Sebelum konseling muncul di Indonesia bahwasannya para masyarakat telah mengetahui berbagai sarana untuk memecahkan masalah mereka, namun mereka menggunakan cara yang tradisional. Secara umum proses pemecahan masalah mereka masih dilakukan dengan meminta bantuan para kyai, tokoh agama ataupun dukun. Namun perlahan-lahan pola pikir masyarakat Indonesia berubah ketika konseling masuk ke Indonesia, walaupun tidak semua masyarakat Indonesia menyelesaikan masalah dengan menggunakan konseling. Berawal dari yang dikemukakan Frank Parsons yang mendirikan Vocational Bureau, tetap berjalan di Indonesia. Sebagai contoh, di Yogyakarta terdapat Balai Pembinaan Administrasi (BPA) yang salah satu tugasnya memberikan  Job-Training kepada; para pegawai untuk meningkatkan efisiensi kerja.

Kegiatan bimbingan dan konseling tersebut tersebar di Indonesia sekitar tahun 50-an, kegiatan itu pertama kali diperkenalkan oleh Slamet Iman Santoso di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.[2] Setelah itu pada tahun 1960 konseling diperkenalkan di Indonesia melalui pendidikan sekolah menengah, perkembangan selanjutnya mengarah ke pusat rehabilitasi sosial, lembaga sosial dan industri.[3] Di Indonesia pekerjaan konseling menunjukkan kemajuannya. Bimbingan dan konseling sebagai suatu ilmu merupakan suatu hal yang masih baru, apalagi dilihat dari konteks Indonesia, namun dengan demikian sebenarnya warga Indonesia membutuhkan bimbingan dan konseling tersebut.
Dalam perkembangan selanjutnya, adanya konversi FKIP seluruh Indonesia yang diselenggarakan di Malang dari tanggal 20 sampai dengan 24 Agustus 1960, yang memutuskan bahwa bimbingan dan penyuluhan dimasukkan dalam kurikulum FKIP.[4] Dengan ini menunjukkan bahwa adanya langkah yang lebih maju untuk mengembangkan Bimbingan dan Penyuluhan di lingkungan sekolah, hal tersebut dapat menambah kemajuan bimbingan dan konseling di sekolah.
Dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1994 dan didirikannya beberapa kementrian pada waktu itu, hal ini menunjukkan adanya usaha untuk menempatkan orang-orang yang ingin bekerja, pada prinsipnya sama seperti Vocational Bureu yang didirikan oleh Frank Parsons, yakni menempatkan orang pada suatu pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya.[5]

             Di awali dari dimasukkannya bimbingan dan konseling (dulunya bimbingan dan penyuluhan) pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20 – 24 Agustus 1960.
Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1971 berdiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP Manado. Melalui proyek ini Bimbingan dan Penyuluhan dikembangkan, juga berhasil disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan Bimbingan dan Penyuluhan” pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas di dalamnya memuat Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan.
Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan guru BP dari tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Pengangkatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah mulai diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan. Keberadaan Bimbingan dan Penyuluhan secara legal formal diakui tahun 1989 dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Di dalam Kepmen tersebut ditetapkan secara resmi adanya kegiatan pelayanan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah. Akan tetapi pelaksanaan di sekolah masih belum jelas seperti pemikiran awal untuk mendukung misi sekolah dan membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan mereka.
Sampai tahun 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas, parahnya lagi pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang bersahabat dengan BP. Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak yang bermasalah, kalau orang tua murid diundang ke sekolah oleh guru BP dibenak orang tua terpikir bahwa anaknya di sekolah mesti bermasalah atau ada masalah. Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang di dalamnya termuat aturan tentang Bimbingan dan Konseling di sekolah. Ketentuan pokok dalam SK Menpan itu dijabarkan lebih lanjut melalui SK Mendikbud No 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Di Dalam SK Mendikbud ini istilah Bimbingan dan Penyuluhan diganti menjadi Bimbingan dan Konseling di sekolah dan dilaksanakan oleh Guru Pembimbing. Di sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah mulai jelas.

2.        Faktor Pendukung Perkembangan Konseling di Indonesia
Faktor-faktor pendorong perkembangan konseling sekolah secara umum di Indonesia, sehingga maju cukup pesat:
1.    Pada diri individu, yaitu adanya masa-masa kritis dalam tiap masa perkembangan individu, terutama dalam masa remaja.
2.    Pada kondisi luar individu, seperti kondisi teknologi yang berkembang pesat, kondisi nilai-nilai demokratis, nilai-nilai humanities ersus nilai-nilai pragmatis khusus sosial- komunikasi), nilai-nilai etika pergaulan, kondisi struktural dan kebidangan dalam pendidikan dan lapangan kerja, dan kondisi-kondisi lain, antara lain: termasuk di antaranya proses transmigrasi dan urbanisasi, kehidupan masyarakat massa yang telah menjauhkan hubungan kekeluargaan dan kekerabatan antarmanusia dalam arti psikis dan fisik.[6]

Faktor-faktor pendukung lainnya khusus konseling di sekolah, adanya kebutuhan nyata dan kebutuhan potensial para siswa pada beberapa jenjang pendidikan yaitu:
1.    Dalam menghadapi saat-saat krisis yang dapat terjadi misalnya akibat kegagalan sekolah, kegagalan pergaulan, dan penyalahgunaan obat bius, oleh karena itu adanya tipe konseling krisis.
2.    Dalam menghadapi kesulitan dan kemungkinan kesulitan pemahaman diri dan lingkungan untuk arah diri dan dalam pengambilan keputusan dalam karir, akademik, sehingga diperlukan adanya tipe konseling fasilitatif.
3.    Dalam mencegah sedapat mungkin kesulitan yang dapat dihadapi dalam pergaulan sosial, atau seksual, diperlukan adanya tipe konseling preventif.
4.    Dalam menopang kelancaran perkembangan individual siswa seperti perkembangan kemandirian, percaya diri, citra diri, perkembangan karir dan perkembangan akademik, diperlukan adanya tipe konseling developmental.[7]




















BAB III
PENUTUP

1.        Kesimpulan
Setelah penulis mendeskripsikan tentang rumusan di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwasanya konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh ahli kepada seseorang yang disebut klien secara sistematis dan terencana untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan klien agar klien dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya dan dapat membuat suatu keputusan.
Konseling sendiri berkembang di negara Indonesia pada tahun 50-an, kegiatan tersebut pertama kali dibawa oleh Slamet Iman Santoso dari Universitas Indonesia. Pada dasarnya konseling di Indonesia berkembang di kalangan sekolah menengah pada tahun 60-an, lalu selanjutnya berkembang ke kalangan rehabilitasi sosial, lembaga sosial dan industri. Saat ini bimbingan dan konseling masih dikenal baru, namun kegiatan tersebut akan terus berkembang karena masyarakat di Indonesia membutuhkannya.
Di Indonesia konseling cukup berkembang pesat, faktor-faktor yang mendukung perkembangan konseling di Indonesia itu sendiri yaitu pada diri individu dan pada kondisi luar individu.

2.        Saran
Kepada konselor diharapkan mengetahui tentang sejarah perkembangan konseling di Indonesia karena untuk referensi dalam menjalankan kegiatan konseling.


[1] Dr, Namora Lumongga Lubis, M,Sc., Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktek, (Jakarta, Kencana 2011), hlm 3.
[2] Farid Mashudi, Psikologi Konseling, (yogjakarta, IRCiSoD, 2013), hlm 25.
[3] Dr, Namora Lumongga Lubis, M,sc., op. cit, hlm 8.
[4] Afifuddin, Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Pustaka Setia, 2012) hlm 30
[5] Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah, (Yogyakarta, Andi Offset, 1993), hlm 11.
[6] Andi Mappiare AT, Pengantar Konseling Dan Psikoterapi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm 10.
[7] Andi Mappiare AT, Pengantar Konseling dan Psikoterapi,  (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm 11.

1 komentar: