Kamis, 23 Oktober 2014

Kasus Pelanggaran Kode Etik



A.    Pelecehan terhadap Wanita
Bidang kesehatan mental menyajikan berbagai contoh pelecehan dan eksploitasi terhadap wanita.[1] Ada lebih dari cukup bukti eksperimen dan pelecehan terhadap klien dan pasien wanita. Penelitian berkenaan dengan persepsi kesehatan mental memandang wanita secara umum sebagai makhluk yang lebih neurotik dan kurang sempurna dibanding pria. Wanita adalah makhluk yang rawan terhadap pelecehan. Kodratnya sebagai makhluk yang harus mendapat perlakuan khusus ini seharusnya dijaga dan dijunjung tinggi kehormatannya sebagai wanita. Bukan sebaliknya, merendahkan dan melecehkannya.
Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/negara, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari.[2] Banyak norma yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Baik itu norma dalam masyarakat, norma dalam hukum, norma dalam agama dll. Dalam proses konseling, apa yang dijalankan tidak boleh bertentangan dengan norma-norma tersebut. Termasuk dalam memberi perlakuan terhadap wanita, dalam konseling harus memperhatikan norma yang berlaku.


Seorang konselor laki-laki harus menjaga klien wanitanya dari berbagai pelecehan, baik dari pihak lain maupun dari dirinya sendiri. Seorang konselor pada umumnya dan konselor laki-laki pada khususnya harus menjunjung tinggi kehormatan klien wanitanya. Karena selain bertentangan dengan kode etik profesi, juga bertentangan dengan moral sebagai masyarakatdan bertentangan juga dengan moral agama Islam khususnya. Tidak dapat disalahkan apabila kasus pelanggaran berupa pelecehan terhadap wanita ini sangat menyimpang dari norma yang ada dalam masyarakat. Secara akal pun dapat dikatakan bahwa pelecehan terhadap wanita merupakan hal yang tidak etis, terlebih lagi di lingkungan masyarakat Indonesia yang sangat menjunjung tinggi kesopanan dan moral.
Kita coba untuk melihat dari dua sisi, dari sisi konselor laki-laki telah dijelaskan diatas bagaimana contoh kasus pelanggaran terhadap wanita. Sekarang, melihat dari sisi konselor sebagai wanita. Dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah memberikan perlindungan bagi tenaga kerja yaitu dalam Pasal 86 ayat (1) yang isinya adalah setiap buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a.       keselamatan dan kesehatan
b.      moral dan kesusilaan
c.       perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Di poin b sudah jelas bahwa konselor sebagai seorang pekerja harus mendapatkan perlindungan dalam hal moral dan kesusilaan. Poin tersebut ditegaskan oleh poin c dimana konselor sebagai seorang pekerja wanita harus mendapatkan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai agama. Dengan melihat UU tersebut, maka jelaslah dikatakan bahwa pelecehan wanita dalam konseling yang dalam hal ini konselor sebagai seorang wanita, merupakan kasus pelanggaran dalam proses konseling.


[1] John McLeod, Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasus, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 235
[2]Abror Sodik,Pengantar Bimbingan dan Konseling, hlm. 17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar