Jumat, 26 Februari 2016

Hubungan Kode Etik Dengan Ilmu Lain



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Hubungan Ilmu-ilmu lain terhadap Bimbingan dan Konseling
Dalam bimbingan dan konseling terdapat beberapa ilmu yang ikut berpengaruh didalamnya, ilmu-ilmu tersebut adalah Filosofis, Religius, Psikologis, Sosial Budaya, pedagogis, ilmiah dan teknologi.
1.    Filosofis
Filofofis atau filsafat, dalam kamus Webser New Universal memberikan pengertian bahwa filsafat merupakan ilmu yang mempelajari kekuatan yang didasari proses berfikir dan bertingkah laku, teori tentang prinsip-prinsip atau hukum-hukum alam semesta.[1]
Bisa disimpulkan bahwa filsafat merupakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, seluas-seluanya, setinggi-tingginya, selengkap-lengkapnya, serta setuntas-tuntasnya mengenai sesuatu. Tidak ada lagi pemikiran yang lebih dalam, lebih luas, lebih tinggi, lebih lengkap dan lebih tuntas daripada pemikiran filosofis.[2]
Sedangkan pelayanan bimbingan dan konseling merupakan serangkaian kegiatan yang semuanya diharapkan merupakan tindakan yang bijaksana. Maka dari itu diperlukan pemikiran filosofis tentang berbagai hal yang berhubungan dengan bimbingan dan konseling. Pada umumnya pemikiran dan pemahaman filosofis merupakan hal yang bermanfaat dalam proses bimbingan dan konseling, khususnya bagi konselor mampu membantu klien dalam memahami situasi konseling dan dalam pengambilan keputusan yang tepat.
Bimbingan dan konseling dilakukan oleh, terhadap dan bagi kepentingan manusia. Untuk itu pandangan tentang hakikat manusia akan menjadi landasan operasional bimbingan dan konseling.
Dari hakikat manusia, manusia antara lain memiliki beberapa unsur, yaitu :
a.       Manusia sebagai makhluk monopluralis atau “wahdatul anashir”, maksudnya adalah manusia terdiri dari unsur yang menjadi satu kesatuan, yaitu : unsur jasmani-rohani, berakal, berhatinurani, berpenglihatan, atau lazim memiliki unsur cipta, rasa dan karsa.
b.       Manusia memiliki empat fungsi, yaitu :
·         Sebagai makhluk Allah.
·         Sabagai makhluk individu.
·         Sebagai makhluk sosial.
·         Sebagai “khalifatullah fil ardzi” wakil Allah di muka bumi.
c.       Manusia mamiliki sifat kelebihan dan kelemahan.
d.      Manusia bertanggung jawab atas perbuatannya.[3]









2.    Religius (Agama)
Dalam kaitannya dengan bimbingan dan konseling ilmu agama ikut berpengaruh dalam proses bimbingan dan konseling. Dalam pembahasan lebih lanjut tentang keterkaitan bimbingan dan konseling terhadap ilmu agama perlu ditekankan dalam tiga hal pokok, yaitu :
a.         Keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam semesta adalah makhluk Tuhan.
b.         Sikap yang mendorong perkembangan dan perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama.
c.         Kemasyarakatan yang sesuai dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah individu.[4]
Konselor yang telah lama dilingkupi referensi dari barat, besar kemungkinan akan mempengaruhi perilakunya. Bahkan di mungkinkan tidak percaya bahwa jika seorang konselor yang muslim akan mengembangkan konseling secara islami. Padahal ada banyak ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah saw yang dapat memberikan pedoman konseling terhadap klien.[5] Contoh ayatnya dalam Q.S Saba’ ayat 28
Artinya : “Dan kami tidak mengutus Engkau ( Muhammad ) kecuali kepada seluruh umat manusia sebagai penbawa kabar gembira dan peringatan.”
Religius berkaitan erat dengan unsur-unsur keagamaan. Dalam pembahasannya bagi layanan bimbingan dan konseling dapat ditekankan pada pokok-pokoknya yaitu :
a. Manusia Sebagai Makhluk Tuhan Keyakinan bahwa manusia adalah makhluk Tuhan ini diartikan bahwa manusia itu sendiri harus percaya akan keberadaan Tuhan yang telah menciptakan segalanya dan diantara semua ciptaan-Nya itu manusialah yang paling mulia dan paling tinggi derajatnya. Oleh karena itu manusia harus pintar mengolah kemampuan potensialnya sebagai dorongan untuk menjalani kehidupan sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan ketakwaan manusia kepada Tuhan-Nya sekaligus menerapkan segenap kemampuan positifnya.
b. Sikap Keberagamaan, sikap keberagamaan harus dikembangkan dengan memerhatikan nilai-nilai agama karena sikap keberagamaan menjadi tumpuan bagi keseimbangan hidup antara dunia dan akhirat. Penyikapan keberagamaan yang baik dapat dilakukan dengan bersikap tidak merendahkan ataupun mengabaikan agama, menghayati kaidah-kaidah agama yang kemudian diamalkan sebagai petunjuk dalam menjalani kehidupannya.
c. Peranan Agama Dalam kehidupan keberagamaan yang dinamis, peranan agama sangat penting. Bahkan pada Undang-Undang Dasar 1945 menempatkan agama dalam bab tersendiri. Dalam bimbingan dan konseling juga diperankan kaidah-kaidah agama, yaitu berkenaan dengan hakikat sasaran layanan (klien), serta konteks sosial-budayanya.
Peranan agama dalam bimbingan dan konseling akan memberikan warna, arah dan suasana hubungan konseling yang tercipta antara klien dan konselor. Namun seorang konselor harus dengan berhati-hati dan bijaksana dalam menerapkan peranan agama terhadap klien yang berlatar belakang agama berbeda.
3.    Psikologi
Arti dasar kata “psikologi adalah berasal dari bahasa Yunani “Psyche”dan “Logos”.Psyche,artinya jiwa, sukma, dan ruh. Logos artinya suatu kata atau bentuk yang mengekspresikan suatu prinsip dalam teologi, logos di gunakan untuk menunjukan kata Tuhan. Dengan demikian, psikologi awalnya berarti: kata atau bentuk yang mengungkapkan prinsip kehidupan ,jiwa atau roh . [6]
Konseling merupakan proses dari psikologi. Konseling merupakan sebuah proses kegiatan membantu, yaitu interaksi antara konselor dan klien yang merupakan suatu kondisi yang membuat klien terbantu dalam mencapai perbuatan yang lebih baik. Psikologi juga dapat digunakan sebagai landasan dalam konseling yaitu memberikan pemahaman tentang tingkah laku individu yang menjadi sasaran. Beberapa kajian yang perlu dikuasai bagi konselor tentang klien : motif dan motifasi, pembawaan dan lingkungan, perkembangan individu, belajar dan kepribadian.
1.        Motif dan motivasi adalah dorongan yang menggerakkan seseorang bertingkah laku.
2.        Pembawaan dan lingkungan yaitu setiap individu dilahirkan ke   dunia dengan membawa kondisi mental fisik tertentu, apa yang dibawa sejak lahir itulah yang disebut dengan penbawaan, masing-masing individu mempunyai penbawaan dan lingkungan yang tidak sama.
3.        Perkembangan individu tidak terjadi sekali saja akan tetapi bertahap dan berkesinambungan. Menurut Havighurts definisi tugas perkembangan tersusun menurut suatu pola tertentu dan secara keseluruhan saling terkait. Dalam melaksanakan tugas pelayanan konselor menghadapi individu yang sedang berkembang.
4.        Belajar, Balikan dan Penguatan. Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi, peristiwa belajar dari bentuk-bentuk belajar yang ditandai oleh perubahan tingkah laku yang amat sederhana sebagai hasil latihan singkat sampai dengan proses mental tingat tinggi.
5.        Kepribadian ciri seseorang adalah kepribadiannya dalam khasanah psikologi rumusan yang satu tentang kepribadian masih sulit di capai.
          Sebagai sebuah ilmu yang cukup dinamis perkembangannya, eksistensi psikologi memberikan andil yang besar dalam mendeskripsikan suatu keadaan atau kejadian yang sering kali dialami oleh manusia. Ilmu psikologi merupakan ilmu yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan ( klien ).








 4. Sosial Budaya
Manusia itu tidak mampu hidup sendiri karena manusia itu sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa membentuk suatu kelompok dalam kehidupannya yang mana dalam kelompok tersebut terdapat sejumlah anggota-anggota untuk menjamin baik keselamatan, perkembangan maupun keturunan.
          Dalam kehidupan berkelompok manusia harus mengembangkan ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing individu sebagai anggota demi ketertiban pergaulan sosial mereka. Ketentuan-ketentuan itu biasanya berupa perangkat nilai, norma sosial maupun pandangan hidup yang terpadu dalam sistem budaya yang berfungsi sebagai rujukan hidup para pendukungnya. Rujukan itu melebihi proses belajar, diwariskan kepada generasi penerus yang akan melestarikannya[7].
a.      Individu sebagai Produk Lingkungan Hidupnya
Indonesia merupakan negara yang pluralisme artinya memiliki lebih dari satu kebudayaan yang di setiap daerah itu memiliki kebudayaan yang khas bahkan daerah satu dengan daerah yang lain memiliki perbedaan. Dari perbedaan unsur-unsur budaya itu dapat mewarnai kehidupan mereka. Unsur-unsur sosial budaya yang sudah tertanam biasanya memiliki pengaruh yang dapat berbentuk unsur subjektif pada diri individu. Unsur subjektif itu meliputi konsep dan asosiasi, kepercayaan, penilaian, harapan, keinginan, pendapat, persepsi tentang peranan, stereotip, dan nilai.
Dalam menyikapi berbagai persoalan atau hal yang dihadapi oleh individu yang memiliki latar belakang budaya yang sama biasanya memiliki unsur-unsur subjektif yang sama. Akan tetapi, apabila orang-orang yang memiliki latar kebudayaan yang berbeda maka dalam pemecahan persoalan biasanya menggunakan dengan caranya sendiri-sendiri (berbeda). Kesepakatan akan terhambat jika perbedaan-perbedaan itu menimbulkan pertentangan dan rasa saling tidak menyukai diantara mereka. Sebaliknya, perbedaan ini akan menjadi daya tarik apabila di antara keduanya terjalin sebuah kerjasama sehingga menghasilkan sebuah keindahan karena timbul rasa sadar akan adanya sebuah perbedaan yang menjadi warna-warni dalam kehidupan.
b.   Bimbingan dan Konseling Antarbudaya
              Menurut Pederson, dkk ada lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi dan penyesuaian antarbudaya, sumber-umber itu berkenaan dengan perbedaan bahasa, komunikasi non verbal, stereotip, kecenderungan menilai dan kecemasan.
Inti proses pelayanan bimbingan dan konseling adalah komunikasi antar klien dan konselor, yang biasanya bersifat antar budaya atau memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Dari perbedaan-perbedaan ini akan menimbulkan hambatan-hambatan dalam proses konseling, hambatan itu bisa bersumber dari bahasa jika seorang konselor tidak mampu menguasai bahasa asing yang dipakai oleh pihak-pihak yang berkomunikasi, bahkan akan mengakibatkan proses konseling akan terhenti.
Hal ini berarti bahwa penyelenggaraan bimbingan dan konseling harus dilandasi oleh dan mempertimbangkan keanekaragaman sosial budaya yang hidup dalam masyarakat, disamping kesadaran akan dinamika sosial budaya itu menuju masyarakat yang lebih maju.[8]
Klien-klien dari latar belakang sosial budaya yang berbhineka itu tidak dapat disamaratakan penanganannya. Meskipun bangsa indonesia sedang menuju pada satu budaya kesatuan indonesia, namun akar budaya asli yang sekarang masih hidup dan besar pengaruhnya terhadap masyarakat budaya asli itu patut dikenali, dihargai dan dijadikan pertimbangan utama dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Hal itu semua menjadi tanggung jawab para konselor dan lembaga pendidikan konselor di seluruh tanah air.












5. Pedagogis
Ilmu pedagogis adalah pendidikan budaya dan karakter bangsa. Boleh dikatakan bahwa pendidikan itu merupakan salah satu lembaga sosial yang universal dan berfungsi sebagai sarana reproduksi sosial. Sarana reproduksi yang dimaksud itulah nilai-nilai budaya dan norma sosial yang ada pada kehidupan masyarakat yang perlu dibina dan dikembangkan.
Tujuan pembinaan ini ialah untuk mempertahankan pendidikan seseorang yang sudah baik dan juga mewujudkan kehidupan yang baik pula. Ada banyak cara yang dapat dilakukan masyarakat untuk mendidik anggotanya, seperti menceritakan dongeng dengan mitos, menanamkan etika sosial, menegur dan keteladanan. Pendidikan ini ialah upaya pengembangan manusia dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan konseling.
a.    Pendidikan sebagai upaya pengembangan individu, bimbingan merupakan bentuk upaya pendidikan.
Dalam pelayanan bimbingan dan konseling ini berfokus pada manusia. Bahkan dapat dikatakan : bimbingan dari manusia, oleh manusia dan untuk manusia. Manusia yang dimaksud disini ialah manusia yang berkembang terus-menerus berusaha mewujudkan keempat dimensi kemanusiaannya menjadi manusia seutuhnya.
Semua itu dapat diwujudkan dengan wahana yang paling utama adalah pendidikan. Pendidikan ialah upaya memanusiakan manusia, membuat perkembangan manusia menjadi lebih baik lagi. Seorang bayi yang lahir jika mendapatkan pendidikan dia akan mulai tumbuh sebagai manusia yang berfikir dan tumbuh menjadi manusia muda yang menguasai alam lingkungannya, memahami dan melaksanakan nilai-nilai kehidupan yang layak. Namun jika tidak adanya pendidikan bayi itu akan tumbuh sebagai manusia alam yang tidak tau apa-apa. Ada beberapa komponen utama pendidikan itu sendiri.
a.      Pendidikan merupakan usaha sadar,
oleh karena itu pendidikan harus dirancang dan diselenggarakan dengan matang.
b.     Pendidikan merupakan penyiapan peserta didik,
artinya pendidikan akan menjadi bekal kehidupan selanjutnya secara jelas.
c.    Tujuan tersebut akan membawa peserta didik dalam masyarakat yang berkembang.
d.   Proses pendidikan dilakukan melalui praktek-praktek dan latihan.
e.    Keempat komponen tersebut tidak dapat dipisahkan.
Apabila didalam undang-undang No.2/1989 disebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan, maka tujuan bimbingan dan konseling pun tidak boleh menyimpang dari tujuan-tujuan tersebut, dalam hal tersebut masihlah sama pendidikan akan membantu peserta didik dalam kehidupan masyarakat agar menjadi pribadi yang mandiri tentulah individu memerlukan ketrampilan-ketrampilan yang dapat diperolehnya dari proses pendidikan.
b.   Pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling
Ciri berlangsungnya upaya pendidikan, yaitu :
a). Peserta didik yang terlibat di dalamnya menjalani proses belajar
b).Kegiatan tersebut bersifat normatif. Apabila kedua ciri itu tidak ada maka tidak dapat dikatakan sebagai pendidikan.
Demikianlah, bimbingan dan konseling mengembangkan proses belajar yang dijalani klien-kliennya. Dalam konseling, klien mempelajari ketrampilan dalam pengambilan keputusan, pemecahan masalah tingkah laku, tindakan, serta sikap-sikap baru. Dalam proses pendidikan ini pelayanan bimbingan dan konseling harus didasarkan pada norma-norma yang berlaku, baik isinya, prosesnya, tekniknya, maupun instrumentasi yang dipergunakan. Hal ini  dilakukan agar tidak adanya penyimpangan norma yang dapat terjadi.
c.    Pendidikan lanjut sebagai inti tujuan bimbingan dan konseling
Pendidikan merupakan upaya berkelanjutan. Apabila suatu kegiatan atau program pendidikan selesai, individu tidak hanya berhenti disana. Ia maju terus dengan kegiatan dan program pendidikan lainnya. Hasil pendidikan itu tidak hanya berhenti dihasilnya saja tetapi juga perlu dikembangkan lebih luas lagi. Namun dalam pendidikan bimbingan dan konseling hendaklah tidak dilanjutkan secara terus menerus agar tidak terjadi bimbingan yang berkelanjutan tapi individu dapat mengembangkan kemampuan klien untuk memecahkan masalah sendiri tanpa bantuan pelayanan bimbingan dan konseling.
Disini dapat dilihat perbedaan pendidikan dan  bimbingan : pada bimbingan diri sendiri bantuan bimbingan tidak diperlukan lagi, tetapi  pendidikan masih tetap diperlukan.
Hasil bimbingan yang mampu membuat individu melakukan bimbingan diri sendiri merupakan modal besar tambahan yang akan lebih memungkinkan kesuksesan pendidikan yang dijalani oleh individu itu lebih besar. Terutama bimbingan dan konseling disekolah yang dapat berpengaruh dengan pribadi siswa. Konseling individu dan kelompok, bimbingan dikelas, kegiatan konsultasi lainnya yang memberikan sumbangan langsung kepada keberhasilan siswa di sekolah maupun diluar sekolah. Tujuan bimbingan dan konseling disamping memperkuat tujuan-tujuan pendidikan juga menunjang proses pendidikan pada umumnya.











6.    Ilmiah dan Teknologi
a.      Keilmuan Bimbingan dan Konseling
Ilmu merupakan sejumlah pengetahuan yang disusun secara sistematis. Dan pengetahuan adalah suatu yang diketahui melalui pancaindra dan pengolahan dilakukan oleh daya pikir. Dengan demikian dapat disimpulkan ilmu bimbingan dan konseling ialah berbagai pengetahuan tentang bimbingan dan konseling yang disusun secara logis dan sistematis. Ilmu bimbingan dan konseling mempunyai objek kajian sendiri, metode pengendalian yang menjadi ruang lingkupnya serta sistematika pemaparannya.
Menurut McDaniel, konselor adalah seorang ilmuan, karena mendasarkan teori, pendekatan dan tindakan-tindakannya pada kaidah ilmiah.[9] Bahkan sejak awal gerakan bimbingan dicetuskan, pelayanan bimbinagn dan konseling menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan dan pengolahan lingkungan secara ilmiah.
·         Objek kajian bimbingan dan konseling mrupakan upaya bantuan yang diberikan konselor kepada klien yang mengacu pada keempat fungsi, yaitu :
ü  Fungsi pemahaman
ü  Fungsi pencegahan
ü  Fungsi pengentasan
ü  Fungsi pemeliharaan/pengembangan
·         Metode dalam bimbingan dan konseling adalah melalui analisis dokumen, wawancara dan pengamatan.
·         Dan metode-metode tersebut telah disusun secara sistematik yang dijalankan sesuai prosedur atau aturan yang telah dibuat sebelumnya.

b.      Peran ilmu Teknologi dalam Bimbingan dan Konseling
Peranan ilmu teknologi ini juga berpengaruh dalam proses konseling pada masa sekarang ini, dimana banyak hal yang hanya bisa dilakukan melalui perantara alat teknologi. Seperti : telepon, e-mail, video call, dan lain sebagainya.
Jangan salah, konselor pun menggunakan alat-alat teknologi dalam proses konseling. Konselor yang baik adalah konselor yang mau membantu siapa saja dan dimana saja, dalam hal ini jika jarak tempat tinggal konselor dan klien yang terlampau jauh dalam proses bimbingan dan konseling dapat dilakukan melalui video call, telepon atau menggunakan teknologi lainnya. Beberapa keuntungan yang dihasilkan dari proses konseling yang menggunakan alat-alat teknologi ialah :
·       Bisa membantu klien, meskipun berbeda tempat tinggal yang terlampau jauh.
·      Meningkatnya motivasi klien untuk melakukan atau menjalani proses konseling.[10]








BAB III
PENUTUP
1.1    Kesimpulan
Dalam bimbingan dan konseling ilmu-ilmu lain juga berpengaruh dalam proses pelaksanaannya. Pertama, dalam pemikiran filosofis konselor bekerja secara cermat, tepat dan bijaksana. Hal yang paling terkait adalah tentang haikat manusia dan tujuan serta tugas kehidupan manusia.
Kedua, dalam hubungan dengan ilmu agama, pelayanan bimbingan dan konseling segala tindakan dan kegiatannya selalu diarahkan pada tujuan pemuliaan kemuliaan manusia itu. Peranan agama dalam bimbingan dan konseling pertama-tama terarah pada upaya peneguhan keimanan dan ketakwaan pada diri klien.
Ketiga, dalam peranan ilmu psikologi terhadap bimbingan dan konseling untuk memberikan pemahaman tentang tingkah laku individu yang menjadi sasaran pelayanan dengan berbagai latar belakang dan latar depannya.
Keempat peranan ilmu sosial budaya terhadap bimbingan dan konseling yaitu dalam pelayanan konseling antar budaya, serta membantu orang-orang yang berasal dari daerah yang berbeda-beda.
Kelima peranan ilmiah dan teknologi terhadap bimbingan dan konseling adalah dalam proses bimbingan dan konseling metode-metodenya tersusun secara sistematik. Serta saat ini alat-alat teknologi sangat dibutuhkan sebagai perantara dalam membantu klien yang berada ditempat yang jauh dari tempat tinggal konselor.
Keenam peranan pedagogis terhadap bimbingan dan konseling adalah proses bimbingan dan konseling merupakan proses pendidikan yang menekankan pada kegiatan belajar dan sifat normatif.
Pada dasarnya peranan ilmu-ilmu lain terhadap proses konseling sangat dibutuhkan untuk melengkapi serta menciptakan proses pelayanan yang baik dan memuaskan klien.























3.1    Daftar Pustaka

·  Prof.Dr.H.Prayitno, M.Sc.Ed. dan Drs. Erman Amti, 2009, Dasar-dasar              Bimbingan dan Konseling, (Jakarta : Rineka Cipta).
·  Drs.Abror Sodik.M.Si., tanpa tahun, Pengantar Bimbingan & Konseling (Tanpa Kota: Tanpa Penerbit).
·  Prof.Dr.Sofyan S.Willis, 2011, Konseling Individual Teori dan                              Praktek,(Bandung : Alfabeta).
·  Farid mashudi, 2012, psikologi konseling, IRCiSoD.



[1] Prof.Dr.H.Prayitno, M.Sc.Ed. dan Drs. Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta : Rineka Cipta)2009, hlm.137
[2] ibid
[3] Drs.Abror Sodik, Pengantar Bimbingan & Konseling (Tanpa Kota: Tanpa Penerbit, Tanpa Tahun), hlm. 20

[4] Prof.Dr.H.Prayitno, M.Sc.Ed. dan Drs. Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta : Rineka Cipta)2009, hlm. 146
[5] Prof.Dr.Sofyan S.Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek,(Bandung : Alfabeta)2011,hal.39
[6] Farid mashudi, psikologi konseling, IRCiSoD. tahun 2012. hlm 15.
[7] Prayitno & Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan Konseling (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm .169
[8] Drs.Abror Sodik.M.Si., Pengantar Bimbingan & Konseling (Tanpa Kota: Tanpa Penerbit, Tanpa Tahun), hlm. 54
[9] Prof.Dr.H.Prayitno, M.Sc.Ed. dan Drs. Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta : Rineka Cipta)2009, hal.178
[10] Drs.Abror Sodik.M.Si., Pengantar Bimbingan & Konseling (Tanpa Kota: Tanpa Penerbit, Tanpa Tahun), hal 57